Warung Ndeso di Yogyakarta: Sarapan “Rumahan” di Warung Kopi Klotok (Pakem)

1
18
warung kopi klotok
Warung Kopi klotok

Day 2 – Pagi dari Hotel Tentrem; habis lari ke utara. Saya menyalakan motor, udara Kaliurang masih dingin dan menenangkan. Lapar saya ringan saja, lebih ke ingin sarapan yang akrab di lidah dan nyaman untuk perut kosong. Di kepala sudah terbayang warung ndeso dengan wajan besar, nasi hangat, dan kuah lodeh bening. Pilihan saya jatuh ke Warung Kopi Klotok di Pakem, tempat yang sering disebut teman-teman kalau butuh sarapan rumahan dengan suasana sawah.


Kenapa Saya Datang Ke Warung Kopi Klotok

Yogyakarta selalu punya cara merangkul orang yang sedang mencari ketenangan. Warung Kopi Klotok menawarkan dua hal yang saya cari setelah lari pagi: lauk kampung prasmanan yang selow—biasanya ada olahan rumahan seperti lodeh, tumisan, tempe/ayam goreng, telur dadar tebal—serta view sawah yang bikin mulut mengunyah lebih pelan. Di pagi seperti ini, saya tidak butuh sesuatu yang heboh; saya butuh rasa yang jujur dan porsi yang bisa diatur sendiri. Harapannya sederhana: sarapan Pagi–Siang yang menenangkan, dengan jeda kecil untuk duduk menatap padi bergoyang.

Baca Juga : Rekomendasi Cafe Borobudur


Begitu sampai, suasananya sudah ramai tapi tertib. Alur di Warung Kopi Klotok biasanya begini: parkir dulu (area pekarangan luas membuat manuver mobil dan motor relatif mudah), lalu masuk ke area warung—ambil nampan/piring, pilih lauk prasmanan, ambil nasi sesuai porsi yang kamu mau, lanjut ke kasir untuk pembayaran, lalu cari tempat duduk. Karena jam 08.00–10.00 itu puncak ramainya, wajar kalau ada waktu tunggu 20–40 menit sebelum benar-benar bisa makan tenang; tapi arusnya mengalir.

warung kopi klotok
Warung kopi klotok

Saya mulai dengan nasi hangat yang tidak terlalu padat—cukup untuk mengganjal. Sayur lodeh di sini cenderung ringan: kuahnya tidak terlalu kental, santannya lembut, bumbu bawang merah-putih terasa seimbang, dan aftertaste-nya bersih. Telur dadar tebal memberi kontras tekstur—bagian pinggirnya kering tipis, tengahnya masih lembut. Tempe goreng renyah di luar, empuk di dalam. Kalau kamu suka rasa yang lebih nendang, sambal bisa jadi “pijakan terakhir” setelah separuh porsi habis, supaya lidah tetap bisa membaca karakter asli lauknya sejak suapan awal.

Untuk Lokasi : Google Maps

Kapan paling nikmat? Buat saya, Pagi–Siang adalah waktu ideal. Di pagi hari, kuah lodeh terasa menenangkan; makin siang, porsi bisa ditambah sesuai aktivitas setelahnya. Durasi saya di lokasi 45–60 menit—cukup untuk antre, memilih lauk, menikmati sarapan, dan foto sebentar dengan latar sawah.

  • Pesan: pilih lauk di meja prasmanan (jangan ragu minta porsi kecil, apalagi untuk anak).
  • Tunggu: kamu mungkin menunggu 20–40 menit saat ramai. Manfaatkan waktu untuk memesan kopi klotok hangat atau teh panas.
  • Saji: setelah duduk, ritme makan otomatis melambat. Suara sendok di piring seng, aroma kopi tubruk, dan angin sawah jadi latar yang menyatu.

  • Jam Ramai: 08.00–10.00. Kalau bisa, datang sedikit lebih awal atau agak lewat jam 10 untuk suasana lebih santai.
  • Parkir Motor/Mobil: Luas (area pekarangan), tetap siapkan uang kecil untuk juru parkir.
  • Sudah Berdiri Sejak: ±2015, tapi nuansa “rumahan” dan cara masaknya membuatnya terasa seperti warung lama yang tumbuh natural di kampung.

FAQ – Ngobrol Singkat dengan Karyawan Warung Kopi Klotok

Saya sempat tanya beberapa hal ke salah satu karyawan di dekat area kasir, dan inilah rangkuman jawabannya:

Menu paling cepat habis

“Biasanya telur dadar tebal dan lodeh yang duluan habis saat akhir pekan.”

Jam antre terpadat

Sekitar 08.00–10.00. Kalau rombongan, lebih baik datang lebih pagi.”

Bisa reservasi rombongan?

Reservasi terbatas dan menyesuaikan kondisi. Untuk rombongan besar, hubungi jauh hari.”

Tips dapat tempat duduk cepat

Bagi tugas—sebagian ambil lauk, sebagian cari meja. Jangan ragu tanya ketersediaan ke staf.”


Warung Kopi Klotok unggul di suasana sawah dan ritme makan yang pelan. Lauk-lauknya cenderung sederhana tapi rapi, cocok untuk yang ingin sarapan tanpa kejutan rasa berlebihan. Warung Kopi Merapi dan warung ndeso lain memberi opsi suasana dan variasi lauk yang bisa jadi lebih berkarakter atau lebih dekat dengan area wisata tertentu. Kalau kamu ingin panorama sawah yang lapang plus pola prasmanan yang mengalir, Klotok sangat menarik. Kalau kebutuhanmu lebih ke akses cepat dari jalur wisata berbeda atau preferensi rasa lain, warung ndeso lain bisa kamu jelajahi setelah ini. Intinya, bukan soal siapa yang “lebih enak,” melainkan mana yang paling pas untuk mood pagimu.

Baca Juga : Bakpia Pathok 25: Oleh-Oleh Bakpia Paling Praktis dari Yogyakarta


  1. Datang Lebih Pagi: Tiba sekitar 07.00–07.30 saat weekdays, atau sedikit sebelum 08.00 saat weekend. Kamu akan lebih cepat dapat tempat dan pilihan lauk masih lengkap.
  2. Bagi Peran Saat Masuk: Satu orang mengantre lauk, satu lagi mengamankan tempat duduk. Komunikasi singkat mempersingkat waktu tunggu.
  3. Atur Porsi untuk Anak: Ambil nasi setengah, pilih lauk berkuah ringan (misal lodeh), sambal belakangan. Suhu kuah bisa kamu aduk dengan nasi agar lebih cepat hangat-nyaman.
  4. Mulai “Polos” Dulu: Coba dulu lauk tanpa tambahan sambal/kecap. Setelah separuh porsi, baru tambah bumbu sesuai selera.
  5. Rencanakan Durasi 45–60 Menit: Termasuk antre, makan, dan foto. Jangan buru-buru; bagian terbaik dari Klotok adalah ritme pelan itu sendiri.
  6. Siapkan Uang Tunai: Walau banyak tempat sudah cashless, bawa uang tunai selalu membantu di area warung tradisional.
  7. Hargai Ruang Bersama: Selesai makan, segera kosongkan meja. Arus pengunjung akan lebih lancar dan suasana tetap menyenangkan.

  • Aroma: Kopi tubruk segar, wangi bawang merah-putih dari dapur, serta samar wangi santan hangat.
  • Tekstur: Nasi pulen, lodeh halus, telur dadar tebal dengan tepi sedikit kering untuk kontras gigitan, tempe renyah.
  • Aftertaste: Bersih dan tidak berlebihan; cocok untuk melanjutkan aktivitas jalan-jalan ke area Pakem/Kaliurang.
  • Suasana: Papan kayu, panci besar, suara wajan—semua menyatu dengan pemandangan sawah yang jarang dimiliki warung kota.

Sarapan di Klotok ramah buat keluarga. Porsi fleksibel, lauk mudah diterima anak, dan ruang terbuka terasa menyenangkan. Kalau anakmu sensitif minyak atau santan:

  • Pilih lauk tumis dan sayur berkuah ringan.
  • Pisahkan sambal, suapi perlahan dengan nasi hangat.
  • Pilih meja dekat jendela agar mereka bisa melihat sawah—anak cenderung makan lebih fokus saat suasananya menarik.

Di jam padat, ketertiban antre sangat membantu. Staf terbiasa mengarahkan alur agar proses ambil lauk–bayar–duduk tidak saling menunggu terlalu lama. Hal kecil seperti mengosongkan meja cepat dan memberi tahu menu yang baru matang membuat ritme warung terjaga. Buat saya, ini nilai plus: ramai tapi tetap rapi.


Dari Kopi Klotok, kamu bisa lanjut ke Kaliurang bawah untuk udara sejuk, mampir kebun buah/warung sayur, atau sekadar berhenti di spot foto sawah. Tidak ada kejar-kejaran waktu; biarkan sarapan rumahan ini jadi pijakan untuk hari yang lebih panjang.


Wajib. Tiga alasannya jelas: rumahan, porsi, suasana.

  • Rumahan, karena rasa lodeh, tumis, dan telur dadar tebalnya mengutamakan kenyamanan mulut sejak suapan pertama.
  • Porsi, sebab kamu yang menentukan—pas untuk Pagi–Siang, dari “iseng sarapan” sampai “makan serius.”
  • Suasana, karena view sawah dan ritme warung yang pelan membantu badan dan pikiran “mendarat” setelah pagi yang sibuk.

Kalau kamu mencari warung ndeso yang mengutamakan rasa bersih dan pengalaman makan tenang, Warung Kopi Klotok (Pakem) layak masuk daftar utama.

1 COMMENT